Senin, 18 Agustus 2014

Memang bukan rahasia lagi bahwa peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965(G 30 S/PKI -1965)telah menelan korban ratusan ribu jiwa,bahkan terdapat laporan bahwa korban jauh lebih banyak dari itu. Peristiwa tersebut bisa disebut sebagai salah satu”Tragedi kemanusiaan” terbesar di era perang dingin, yang seiring awal runtuhnya rejim Orde lama pro Blok Timur dan munculnya rejim Orde baru pro Blok barat.
Peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 yang merupakan salah satu” lembaran hitam”dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang terdapat berbagai pelanggaran hak asasi manusia(HM)yang berat,tetapi sangat sulit untuk diungkapkan soalnya terkait institusi-isntitusi negara waktu itu.Bahkan peristiwa tersebut juga kononnya merupakan bagian dari skenario Blok barat dalam konteks merangkul Indonesia supaya menjauhi Blok Timur,sehingga tidak bisa dipungkiri peristiwa G 30 S/PKI 1965 melibatkan agen-agen asing.
Meskipun sudah demikian berkibarnya PKI dan ormas-ormasnya ,yang seringkali melakukan berbagai kejahatan sehingga menimbulkan berbagai kerusuhan di berbagai wilayah Indonesia.Namun Presiden Sukarno waktu itu tidak pernah merencanakan untuk membubarkannya,maka PKI menjadi organisasi terbesar di dunia dengan berbagai ormasnya .
Kebesarannya itu membuatnya sangat arogan,yang secara terang-terangan mengancam Ormas(organisasi masyarakat) lainnya terutama yang berseberangan politik dan ideologi dengan PKI.PKI pimpinan DN .Aidit menggelorakan gerkan progresif revolusioner dengan menjarah lahan-lahan lalu membagi-bagikannya kepada rakyat ,sebagai cara-cara untuk meraih dukungan masyarakat.
Memang sangat disayangkan sebab setelah pemberontahan G 30 S/PKI tahun 1965 berhasil ditumpas,lalu terjadilah berbagai gerakan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia tanpa bisa dikendalikan ,ataupun disinyalir terdapat suatu “pembiaran”sehingga terjadilah “Tragedi Kemanusian” tersebut.Dalam konteks ini maka sekiranya memang masalah itu mau diusut tuntas,maka akan merupakan suatu proses pengusutan terbesar abad ini.
Mengamati penegakan supremasi hukum yang ada di Indonesia saat ini begitu lemah,maka sangat mustahil untuk memeja hijaukan segala ekses yang ditimbulkan oleh G 30 S/PKI tahun 1965   itu .Masalah-masalah pelanggaran HAM yang terjadi antara tahun 1980-an sampai tahun 2000-an saja tidak terseselesaikan, seperti  tragedi Talang Sari(Lampung),Haur Koneng(Jabar),Beutong Ateuh(Aceh),T.Priuk,Trisakti(DKI), Penculikan aktifis tahun 1998,kasus Munir dan konflik rakyat dengan perkebunan dan pertambangan dan  masih banyak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar